FKPT Kalsel adakan Refleksi Akhir Tahun 2022

Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Kalimantan Selatan (FKPT Kalsel) adakan Refleksi Akhir Tahun, Sabtu (17/12) Sore.

Acara yang dilaksanakan, di salah satu wisata kuliner di kawasan Banjarmasin Tengah mengangkat tema “Wujudkan Indonesia Damai dan Harmoni”

Ketua FKPT Kalsel Aliansyah Mahad mengatakan, bahwa potensi radikalisme pada tahun 2022 di Kalsel berada di bawah atau dalam kategori waspada.

Selain itu ia juga menyampaikan, beberapa program yang akan dijalankan guna mencegah radikalisme di Kalimantan Selatan di tahun 2023 mendatang.

“Program tahun 2023 tidak jauh berbeda dari program 2022, diantaranya adalah survey yang dilaksanakan terkait indek potensi dan resiko radikalisme,” katanya

Setelahnya, hasil survei itu nantinya akan disampaikan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Sentul pada akhir Desember mendatang.

Disampaikannya, pencegahan yang pihaknya lakukan selama ini akan terus dilanjutkan pada program tahun 2023 mendatang, yaitu dengan tetap membangun komunikasi yang baik kepada stakeholder terkait.

“Pihak kepolisian, Pemerintah Daerah, Tokoh Agama dan seluruh komponen yang ada,” ujar.

Adapun penekanan di tahun 2023, FKPT Kalsel akan lebih intens lagi melakukan pencegahan paham radikal kepada generasi muda.

“Kami akan berikan pemahaman terkait pencegahan paham radikalisme utamanya ke sekolah-sekolah, pesantren, organisasi mahasiswa dan tokoh-tokoh pemuda memberikan sosialisasi secara berkesinambungan tentang apa itu Radikal,” jelasnya.

Menurutnya, dari survey terdahulu 12 persen dari 30 juta lebih rakyat Indonesia berpotensi terpapar radikal. Seperti di Kalsel, tidak dapat dipungkiri potensi kerawanan itu selalu ada.

Meski demikian, dari penelitian yang dilakukan ada beberapa hal yang juga patut diperhatikan dan menjadi atensi bersama.

Diantaranya, seperti masih rendahnya angka literasi digital yang rata-rata pengguna internet adalah para remaja dan anak muda.

Salah satu hal yang mempengaruhi antara lain angka literasi digital membuat remaja minim akan media pembanding dalam mencari informasi, baik itu yang berkaitan dengan agama dan informasi lain.

Oleh sebab itu, diperlukan tenaga pendidik untuk mencegah masuknya paham radikalisme tersebut.

“Jadi tidak hanya generasi muda, juga diperlukan peran serta orangtua dan tokoh-tokoh pendidik,” pungkasnya.