Warga Malaka diminta Waspadai Terorisme Melalui Kearifan Lokal

MALAKA – Warga di Kabupaten Malaka, NTT diminta mewaspadai terorisme di wilayah tersebut.
Salah satu langkah antisipasi dengan menerapkan kearifan lokal serta saling menjaga sikap toleransi antar umat beragama.
Hal ini mengemuka dalam kegiatan Kenali dan Peduli Lingkungan Sendiri (Kenduri) yang digelar BNPT RI melalui FKPT NTT pada Rabu (2/10/2024).

Diskusi yang digelar di aula NU Center PC NU Kabupaten Malaka ini mengusung tema “Kenduri untuk wujudkan desa siaga dan resilensi” dalam pencegahan terorisme melalui FKPT NTT.

Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari BNPT RI, Maira Himadhani, ST MSc MSi (Sub Koordinator Partisipasi Masyarakat Direktorat Pencegahan BNPT), Willy Pramudya (ahli pers dan praktisi media) serta sekretaris Badan Kesbangpol Kabupaten Malaka, Rufina Liku.

Kegiatan dihadiri tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, Babinsa, Bhabinkamtibmas dan jurnalis dibuka sekretaris FKPT NTT, Yanto Mirunggele.

Maira Himadhani menyebutkan kalau Kabupaten Malaka menjadi obyek penelitian BNPT karena menjadi target oleh karena paham radikal menjadi ancaman.
Untuk itu, warga harus mengenali dan peduli lingkungan sendiri sehingga perlu mewaspadai kehadiran warga baru.
Perkembangan teknologi saat ini mempercepat arus informasi menjadi tantangan tersendiri bagi penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan radikalisme dan terorisme di dunia maya.

Dengan perkembangan zaman dan teknologi, maka berkembang pula modus operandi sebuah kejahatan, termasuk dalam hal ini kejahatan terorisme yang memanfaatkan teknologi informasi yang berbasis jaringan internet.
Kelompok teroris dalam banyak hal sangat diuntungkan dengan hadirnya produk teknologi berbasis jaringan internet untuk kepentingan rekrutmen anggota, media propaganda, pendidikan pelatihan, dan pembinaan jaringan mereka.

Informasi berbasis jaringan internet dan hadirnya revolusi teknologi semakin membantu kelompok teroris dalam peningkatan jaringan dan propaganda paham yang mereka usung.
Media sosial dan media massa yang membuat penyebaran praktik kekerasan berupa paham radikal terorisme makin meluas, apalagi mulai ditunggangi kepentingan ormas tertentu, peran media sosial menjadi penting dalam menyajikan peristiwa kehadapan publik yang majemuk.

Tugas media bukan saja soal melaporkan peristiwa yang akurat, namun juga memiliki tugas untuk menyosialisasikan pentingnya penyelesaian konflik.

Selain itu, media massa juga dituntut mampu menyosialisasikan toleransi ketidaksepakatan.

Dimana ketidaksepakatan dapat dimaknai sebagai buah demokrasi yang indah, bukannya dijadikan landasan untuk berkonfrontasi.

Global Terrorism Index (GTI) mencatat kalau Indonesia termasuk ke dalam negara kategori tinggi yang terdampak terorisme.

Pada tahun 2019, Indonesia menempati urutan ke-35 dari 135 negara dengan indeks 4,6 (Institute for Economics and Peace, 2020).

Selama pandemi Covid-19 berlangsung, terdapat kenaikan 101 persen transaksi keuangan mencurigakan (BNPT, 2021).

Selain itu, masifnya penggunaan internet saat ini turut menjadi tantangan tersendiri. Internet menjadi media yang memudahkan para teroris mendoktrin generasi muda.

Hasil survei Indeks Potensi Radikalisme (IPR) yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2023 yang bertemakan kearifan lokal, menunjukkan bahwa mayoritas mendapatkan informasi keagamaan berasal dari pemuka agama di lingkungan tempat tinggal.

Hasil survei tersebut juga menunjukkan potensi radikalisme cenderung lebih tinggi di kalangan perempuan dan generasi muda (Gen Z dan milenials) serta mereka yang aktif di internet dan media sosial.

Indeks potensi radikalisme pada perempuan mencapai 11.9 persen, pada milenial 11.6 persen, pada Gen Z 12.3 persen, pada pencari konten keagamaan di internet sebanyak 9.8 persen dan yang aktif menyebar konten keagamaan sebanyak 13.9 persen.

Keempat entitas tersebut harus diwaspadai dan terus menjadi sasaran utama dalam melakukan kontra narasi dan peningkatan daya tangkal, karena mereka cukup rentan terhadap terpaan paham radikal terorisme.

Pendekatan lunak dalam pencegahan paham radikal terorisme termasuk dalam strategi penanggulangan terorisme yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Oleh karena itu penguatan nilai-nilai toleransi dan kearifan lokal pada suatu daerah merupakan langkah yang efektif dalam pencegahan paham radikal terorisme.

Kegiatan Kenduri merupakan usaha bersama untuk mewaspadai paham radikal terorisme sebagai bagian dari upaya-upaya pencegahan terorisme, dalam rangka merawat perdamaian, toleransi dan kebhinekaan Indonesia.

Kenduri digelar untuk mewujudkan desa Siaga dengan Resiliensi dalam pencegahan paham radikal terorisme melalui FKPT sehingga masyarakat paham mengenai pentingnya media sosial dalam upaya pencegahan radikal terorisme.

Juga membekali pemahaman anti paham radikal terorisme kepada para peserta agar mampu mencegah penyebaran paham radikal terorisme di lingkungannya serta memberikan gambaran secara jelas kepada berbagai elemen masyarakat mengenai terorisme di Indonesia, meliputi ancaman, kerawanan, hingga perkembangannya, sebagai bagian dari kewaspadaan bersama dalam pencegahan.

Juga meningkatkan kemampuan dalam mengenali, mengatasi dan beradaptasi dengan paham radikal terorisme sehingga menjadi dasar pokok pikiran bagi pengembangan karakter masyarakat untuk mencintai tanah air dan bangsanya.

Willy Pramudya saat memaparkan materi lebih kepada peningkatan skill problem solving atas permasalahan di daerah dan berbagai berita serta konten-konten kekerasan yang mengarah pada paham hingga aksi radikal terorisme.

Sementara Rufina Liku memaparkan peran pemerintah dalam melakukan koordinasi, antisipasi dan pembinaan serta deteksi dini bersama aparat keamanan.

“Kami menggandeng FKUB melakukan sosialisasi melalui rumah ibadah bahwa perbedaan itu indah dan merupakan harmoni,” ujarnya.

Pemerintah Kabupaten Malaka berupaya maksimal memberdayakan masyarakat melalui kegiatan positif sehingga tercipta lingkungan yang aman dan kondusif di Kabupaten Malaka.
Diakhir kegiatan, peserta diajak membentuk kelompok membahas berbagai persoalan dan proses penanganannya.