Perempuan Hingga Milenial Rentan Terpapar Radikalisme di Media Sosial, Mengapa?

KUPANG, – Perempuan, masyarakat urban, generasi muda yaitu gen Z dan milenial, serta mereka yang aktif di internet dan media sosial rentan terpapar paham radikalisme.

Hal tersebut disampaikan oleh Kasubdit Pengawasan BNPT Kolonel Edy Cahyanto dalam kegiatan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTT di Aula SMKN 3 Kupang, Kamis (13/10/2022).

Kegiatan tersebut bertajuk Perempuan Teladan, Optimis dan Produktif (TOP) Viralkan Perdamaian dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di NTT.

Ia menyampaikan ini berdasarkan data potensi radikalisme menurut demografi tahun 2020.

Ia juga menampilkan indeks potensi radikalisme dari hasil riset analisis kebhinekaan dan literasi digital sebagai daya tangkal radikalisme.

Riset tersebut dilakukan di 32 Provinsi oleh FKPT-BNPT yang mana potensi radikalisme terjadi lebih tinggi di kalangan perempuan hingga milenial saat yang rutin menggunakan media sosial.

“Riset ini melibatkan 13.700 responden berusia 14 sampai 55 tahun di 32 provinsi,” sebutnya.

Menurutnya, kemampuan memilah dengan bijaksana baik itu dalam membuat konten ataupun menyebarkan konten perlu lebih ditekankan.

Selain itu literasi digital dalam menggunakan media sosial di Indonesia pun masih sangat minim dan hal ini membutuhkan peran bersama untuk memperbaiki ini.

“Anak muda sekarang tidak sabar membagikan informasi tanpa tahu informasinya lebih dalam,” kata dia.

Sementara dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2022, kata Edy, usia 18 hingga 24 tahun merupakan usia tertinggi pengguna sosial media di Indonesia.

Ia menyebut usia 18 hingga 24 tahun yang merupakan usia yang rentan terpapar paham intoleran dan radikalisme.

“Karena dianggap sebagai masa pencarian jati diri,” ungkapnya.

Sebelumnya ia menyebut terorisme adalah tindak kejahatan luar biasa dan juga merupakan tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia.

Aksi terorisme dapat menimbulkan korban jiwa dan kerusakan pada harta benda, namun juga merusak stabilitas dan ketahanan negara, terutama dalam sisi ekonomi, pertahanan, keamanan, sosial budaya, dan lain sebagainya.

Merujuk pada hasil survei yang dilakukan oleh BNPT tahun 2019 menyatakan bahwa faktor yang paling efektif dalam mereduksi potensi radikalisme secara berturut turut adalah diseminasi sosial media, internalisasi kearifan lokal, perilaku kontra radikal dan pola pendidikan keluarga pada anak.***