Kolaborasi dengan Unesa, Ketua FKPT Jatim Ajak Mahasiswa Bangun Indonesia dengan Toleransi

Surabaya–
Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) bekerja sama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) menggelar kegiatan Safari Kampus Kebangsaan. Kolaborasi ini menghadirkan Prof. Dr. Hj. Husniyatus Salamah Zainiyati, M.Ag., Ketua FKPT Jawa Timur, sebagai narasumber utama, Selasa (20/05/2025).

Dengan tema “Gen Z Move On: Bangkit Tanpa Julid, Toleransi Agar Solid,” Prof. Titik memberikan paparan yang menggugah kesadaran mahasiswa tentang pentingnya meninggalkan budaya nyinyir atau julid di era digital, serta mendorong semangat toleransi dalam kehidupan berbangsa.

“Julid itu kadang dianggap hiburan, tapi dampaknya bisa sangat merusak. Konflik, kebencian, bahkan perpecahan bisa bermula dari komentar pedas yang dianggap biasa,” ujarnya di hadapan peserta.

Prof. Titik mengangkat data dari Kominfo 2023 yang menunjukkan bahwa 80% Gen Z aktif di media sosial, namun 50% pernah mengalami konflik daring. Fenomena ini menunjukkan pentingnya literasi digital dan penguatan karakter bagi generasi muda.

“Saatnya Gen Z move on dari sindir-sindiran dan nyinyir. Alihkan energi untuk membuat konten edukatif, buka ruang diskusi sehat, dan saling dukung dalam berkarya,” tegas Guru Besar UIN Sunan Ampel ini.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya wawasan kebangsaan sebagai bekal utama generasi muda untuk menghadapi tantangan zaman. Menurutnya, 4 pilar kebangsaan—Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika—adalah fondasi yang tak boleh dilupakan.

“Tanpa wawasan kebangsaan, generasi muda kehilangan arah. Padahal, kalian adalah agen perubahan. Selain itu, wawasan kebangsaan dapat menumbuhkan rasa cinta tamah air, mencegah sikap ekstrem dan intoleran, membentuk karakter toleran dan tangguh, agent of change serta mencegah konflik horizontal dan vertikal,” ucapnya.

Prof. Titik juga mengajak mahasiswa untuk memahami toleransi bukan sebagai bentuk kompromi terhadap prinsip, melainkan sebagai sikap menghargai perbedaan.

“Toleransi itu bukan berarti menyetujui semua hal, tapi tetap menghormati pilihan orang lain. Contohnya mahasiswa beda agama bisa kerja kelompok bareng, influencer beda pandangan bisa tetap kolaborasi,” jelasnya.

Ia juga mencontohkan figur publik seperti Jerome Polin dan Cinta Laura sebagai sosok Gen Z yang mampu memanfaatkan media digital untuk menyuarakan isu-isu penting secara positif dan inspiratif.

“Jadilah Gen Z yang adaptif, inovatif, dan punya kepekaan sosial. Julid nggak bikin hebat, tapi toleransi bisa bikin kuat,” tutupnya dengan penuh semangat.