Kepala BNPT ingat kan agar tetap Waspada meski “Zero Terorrist Attack”

Kepala BNPT: Tetap waspada meski “zero terrorist attack”

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI)
Kepala BNPT  Komjen Pol. Prof. Dr. H. Mohammed Rycko Amelza Dahniel, M.Si menyatakam harus tetap waspada meski selama 2023 tidak ada serangan teroris secara terbuka atau”zero terrorist attack”.

“Alhamdulillah, sepanjang  2023 tidak ada satupun serangan teroris secara terbuka yg terjadi di Indonesia atau zero terrorist attack.Namun demikian kita harus tetap waspada, apa  yang terjadi kini dan berbagai serangan terbuka hanyalah fenomena yang muncul di atas  permukaan dalam sebuah teori gunung es,” katanya di Jakarta, Selasa.

Hal itu diungkapkan  pada pembukaan Rakernas BNPT dengan tema “Melindungi Perempuan, Anak dan Remaja Indonesia” yang juga dihadiri Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dari 34 provinsi termasuk Kalimantan Utara.

Ia menyebut bahwa “zero terrorist attack” di Indonesia selama 2023 merupakan prestasi yang luar biasa dan fenomena yang  menjadi perhatian dunia namun ia mengingatkan agar jangan lemah dengan keberhasilan itu.

Indonesia sebelumnya  setiap  tahun selalu mencatat terjadi serangan teroris dan sebuah negara memiliki sel jaringan teroris yang aktif namun mampu mencatat sejarah tidak adasatupun serangan terorisme secara terbuka sepanjang 2023. 

“Ini merupakan hasil kerja keras dari Densus 88 Polri didukung oleh TNI  dan seluruh masyarakat Indonesia  melakukan penegakan hukum efektif, masif dan proaktif. Terima kasih Polri,  terima kasih TNI, dan  juga seluruh masyarakat indonesia,” katanya.

Namun demikian semua pihak diminta tetap waspada dan ia menjelaskan maksud fenomena yang muncul di atas permukaan dalam sebuah teori gunung es. 

Ia menjelaskan bahwa ada fenomena di bawah permukaan, yakni terjadi tren  peningkatan konsolidasi dan proses radikalisasi dengan tiga indikator, pertama, penguatan sel-sel terorisme yang  ditunjukkan semakin meningkatnya jumlah pelaku  yang ditangkap serta jumlah penyitaan senjata, amunisi, dan bahan peledak ketimbang dari tahun sebelumnya.

Kedua, terjadi peningkatan “fund  raising” atau pengumpulan dana dengan menggunakan berbagai cara  dan memanfaatkan berbagai 
momentum. 

“Ketiga, terjadi peningkatan  proses radikalisasi  dengan sasaran pada tiga kelompok rentan, yakni perempuan, anak-anak serta remaja,” paparnya.

Hal lain yang jadi sorotan,  yakni proses radikalisasi dilakukan secara sistematis, 
masif dan terencana dengan memanfaatkan “jubah  keagamaan”  serta memanipulasi simbol-simbol dan atribut agama. Pola serangan terorisme sudah berubah dari “hard” menjadi “soft approach”  dari “bullet” menjadi “ballot strategy.”

Data BNPT 2023 menunjukkan perempuan, anak dan remaja menjadi kelompok  terbanyak target radikalisasi baik secara tatap muka maupun  daring yang menjadikannya kelompok rentan  proses radikalisasi.

Data ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Setara Institute, salah satu kolaborator BNPT yang menunjukkan terjadinya peningkatan migrasi  
radikalisasi di kalangan remaja, dari kelompok  toleran menjadi intoleran pasif, dari pasif  menjadi aktif, dan dari aktif menjadi terpapar pada 2016-2023. 

“Meski peningkatan migrasi masih satu digit namun  kelompok rentan ini adalah generasi penerus  bangsa,” katanya sambil memperlihatkan data grafik di layar.

Dapat dibayangkan, jika generasi penerus 
bangsa ini disusupi paham radikal, yang bahan baku utamanya adalah intoleransi, tidak dapat menerima  perbedaan, merasa paling benar, dan memaksakan kebenaran kepada orang atau kelompok lain, yg tidak sepaham dianggap lawan, berhadapan, harus dihancurkan, dikafirkan, dan  dihalalkan darahnya, maka saat itu sesungguhnya akhir dari perjalanan sejarah NKRI. 

” Jika kita abai dan lengah untuk membangun 
ketahanan generasi muda dari ideologi kekerasan  radikal terorisme, sama saja mewariskan bom  waktu dan kehancuran Indonesia di masa depan.  Ini tantangan utama penanggulangan terorisme di Indonesia saat ini,” paparnya.

Pada acara itu, hadir Plt Menko Polhukam, yakni Jenderal Polisi (Purn)  Muhammad Tito Karnavian yang juga Mendagri,   MenPAN RB, 
Abdullah Azwar Anas, Satgas Penanganan WNI yang terasosiasi teroris, Kadensus 88 AT Polri, berbagai perwakilan organisasi Internasional serta perwakilan dari negara mitra antara lain AS, Arab Saudi, Australia, Irak, Inggris, Maroko, Tiongkok, dan Suriah.

===

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) mengungkapkan alasan tetap waspada meski selama 2023 tidak ada serangan teroris secara terbuka atau”zero terrorist attack” , yakni terkait
fenomena yang muncul di atas
permukaan dalam sebuah teori gunung es.

“Alhamdulillah, sepanjang 2023 tidak ada satupun serangan teroris secara terbuka yg terjadi
di Indonesia atau zero terrorist attack.Namun demikian kita harus tetap waspada, apa
yg terjadi kini dan berbagai serangan terbuka hanyalah fenomena yang muncul di atas
permukaan dalam sebuah teori gunung es,” kata Kepala BNPT
Komjen Pol. Prof. Dr. H. Mohammed Rycko Amelza Dahniel, M.Si di Jakarta, Selasa.

Hal itu diungkapnya pada pembukaan Rakernas BNPT dengan tema “Melindungi Perempuan, Anak dan Remaja Indonesia” yang juga dihadiri Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dari 34 provinsi dan dua FKPT yang sudah dibentuk tingkat kabupaten, yakni Lebak dan Jepara.

Ia menyebut bahwa “zero terrorist attack” di Indonesia selama 2023 merupakan prestasi yang luar biasa dan fenomena yang menjadi perhatian dunia namun ia mengingatkan agar jangan lemah dengan keberhasilan itu.

Indonesia sebelumnya setiap
tahun selalu mencatat terjadi serangan teroris dan
sebuah negara memiliki sel jaringan teroris yang aktif namun mampu mencatat sejarah tidak ada
satupun serangan terorisme secara terbuka
sepanjang tahun 2023.

“Ini merupakan hasil kerja keras dari Densus 88 Polri didukung oleh TNI dan seluruh masyarakat Indonesia
melakukan penegakan hukum efektif, masif dan proaktif. Terima kasih Polri, terima kasih TNI, dan juga seluruh masyarakat indonesia,” katanya.

Namun demikian semua pihak diminta tetap waspada dan ia menjelaskan maksud fenomena yang muncul di atas permukaan dalam sebuah teori gunung es.

Ia menjelaskan bahwa ada fenomena di bawah permukaan, yakni terjadi tren peningkatan konsolidasi dan proses radikalisasi dengan tiga indikator, pertama, penguatan sel-sel terorisme yg
ditunjukkan semakin meningkatnya jumlah pelaku
yang ditangkap serta jumlah penyitaan senjata, amunisi, dan bahan peledak ketimbang dari tahun sebelumnya.

Kedua, terjadi peningkatan “fund raising” atau pengumpulan dana dengan menggunakan berbagai cara dan memanfaatkan berbagai
momentum.

“Ketiga, terjadi peningkatan
proses radikalisasi dengan sasaran pada tiga kelompok rentan, yakni perempuan, anak-anak serta remaja,” paparnya.

Dilakukan secara masif

Hal lain yang jadi sorotan,
yakni proses radikalisasi dilakukan secara sistematis,
masif dan terencana dengan memanfaatkan jubah
keagamaan serta memanipulasi simbol-simbol dan
atribut agama. Pola serangan terorisme sudah berubah dari “hard” menjadi “soft approach”
dari “bullet” menjadi “ballot strategy.”

Data BNPT 2023 menunjukkan
perempuan, anak dan remaja menjadi kelompok
terbanyak target radikalisasi baik secara tatap muka maupun
daring yang menjadikannya kelompok rentan
proses radikalisasi.

Data ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Setara
Institute, salah satu kolaborator BNPT yang menunjukkan terjadinya peningkatan migrasi
radikalisasi di kalangan remaja, dari kelompok toleran menjadi intoleran pasif, dari pasif
menjadi aktif, dan dari aktif menjadi terpapar di
tahun 2016-2023.

“Meski peningkatan migrasi masih satu digit namun
kelompok rentan ini adalah generasi penerus
bangsa,” katanya sambil memperlihatkan data grafik di layar.

Dapat dibayangkan, jika generasi penerus
bangsa ini disusupi paham radikal, yang bahan baku
utamanya adalah intoleransi, tidak dapat menerima
perbedaan, merasa paling benar, dan memaksakan kebenaran kepada orang atau kelompok
lain, yg tidak sepaham dianggap lawan, berhadapan, harus dihancurkan, dikafirkan, dan
dihalalkan darahnya, maka saat itu sesungguhnya akhir dari perjalanan sejarah NKRI.

” Jika kita abai dan lengah untuk membangun
ketahanan generasi muda dari ideologi kekerasan
radikal terorisme, sama saja mewariskan bom
waktu dan kehancuran Indonesia di masa depan.
Ini tantangan utama penanggulangan terorisme di
Indonesia saat ini,” paparnya.

Pada acara itu, hadir Plt Menko Polhukam, yakni Jenderal Polisi (Purn) Muhammad Tito Karnavian yang juga Mendagri,
Bapak MenPAN RB,
Abdullah Azwar Anas, Satgas Penanganan WNI yang
terasosiasi FTF, Kadensus 88 AT Polri, berbagai perwakilan organisasi Internasional serta
perwakilan dari negara mitra antara lain AS, Arab Saudi, Australia, Irak, Inggris, Maroko, RRT, dan Suriah.