BNPT Tekankan Pentingnya Moderasi Beragama
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Prof. Dr. Irfan Idris menjadi Keynote Speaker pada Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Moderasi Beragama bagi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) se-Kalimantan Barat di Aula Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Barat, Selasa (23/9/2025). (Foto: Kanwil Kemenag Kalbar)
Pontianak, FKPTKalbar: Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Moderasi Beragama bagi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) se-Kalimantan Barat di Aula Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Barat, Selasa (23/9/2025). Pada Rakor ini menghadirkan Prof. Dr. Irfan Idris selaku Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), sebagai Keynote Speaker.
Dalam paparannya, Irfan menegaskan bahwa moderasi beragama harus dipahami sebagai sebuah metode, bukan paham atau mazhab. “Moderasi beragama ini metode, bukan sebuah paham, bukan mazhab. Dia metode karena kita butuh pisau iris menghidangkan makanan kepada anak generasi kita,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya internalisasi nilai-nilai moderasi beragama dalam diri guru PAI agar dapat menanamkan cara beragama yang seimbang kepada peserta didik.
Irfan juga menyoroti fenomena dimana kejahatan seringkali dibalut dengan bahasa dan simbol agama, padahal agama sejatinya mengajak umatnya untuk berpikir moderat.
“Justru kita beragama agar kita bisa selalu berpikir moderat, beragama saja cukup, tak usah berpikir moderat karena orang beragama itu pasti moderat, tidak ke kiri dan tidak ke kanan,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap hasil survei yang menunjukkan lebih dari 50 persen anak usia 18-35 tahun mempercayai bahwa Pancasila bukanlah ideologi final bagi Indonesia. Hal ini menjadi tantangan besar yang harus diatasi oleh guru PAI, dengan menekankan bahwa ideologi bangsa adalah Pancasila, bukan ideologi agama.
Irfan juga mengkritisi pemahaman tentang khilafah, menyatakan bahwa khilafah adalah pelajaran yang perlu dipelajari, bukan tradisi yang harus diilustrasikan untuk ditetapkan.
“Khilafah itu hanya cerita dan berita, bukan perintah, apalagi kita karena hanya akan berakhir dengan derita,” katanya, menunjuk pada kondisi negara-negara di Timur Tengah.
Ia juga menyoroti pentingnya menghargai kearifan lokal dalam beragama, mengingatkan agar tidak membantai kearifan lokal dengan dalih bid’ah. Irfan juga mengajak untuk tidak mengimpor paham-paham keagamaan dari negara lain yang tidak sesuai dengan konteks Indonesia.
Irfan menutup paparannya dengan tiga falsafah penting sebagai oleh-oleh bagi para guru PAI.
“Jadilah pintar tidak menggurui, jadilah terdepan tidak mendahului, dan jadilah panjang tidak melukai.” Serta, “Karena agama hidup jadi terarah, karena ilmu hidup jadi mudah, dan karena seni hidup jadi indah.”
Kepala Kantor Wilayah Kemeterian Agama Provinsi Kalimantan Barat, Muhajirin Yanis menyampaikan, kegiatan ini sangat strategis karena guru PAI memegang peran penting dalam menanamkan nilai moderasi beragama sejak dini.
Rakor ini diharapkan dapat membekali guru-guru PAI di Kalimantan Barat dengan pemahaman dan strategi yang kuat dalam menghadapi tantangan intoleransi dan radikalisme, serta mempromosikan moderasi beragama di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Berita ini telah terbit pada https://rri.co.id