BNPT minta guru ajarkan siswa kritis bermedsos cegah radikalisme

Kasubdit Bina Masyarakat Direktorat Deradikalisasi BNPT Kolonel Pas Sujatmiko dalam acara Camping Keberagaman Berkolaborasi Untuk Damai Beragama di Sekolah bersama BNPT dan FKPT di Yogyakarta, Rabu (26/7/2023). ANTARA/Luqman Hakim

FKPT DIY, Yogyakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta para guru berbagai jenjang pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta mengajarkan siswa berpikir kritis terhadap konten atau informasi yang tersebar di media sosial untuk mencegah paparan radikalisme.


“Kita harus mengajarkan siswa cara berpikir kritis tentang informasi yang mereka temui di dunia maya, serta membantu mereka mengidentifikasi dan menghindari konten yang berbahaya,” kata Kasubdit Bina Masyarakat Direktorat Deradikalisasi BNPT RI Kolonel Pas Sujatmiko dalam acara Camping Keberagaman Berkolaborasi Untuk Damai Beragama di Sekolah bersama BNPT dan FKPT di Yogyakarta, Rabu.


Sujatmiko menuturkan perkembangan teknologi informasi membuat tren penyebaran paham radikal berubah dari luar jaringan menjadi dalam jaringan sehingga internet dan medsos menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan propaganda kepada generasi muda.


“Generasi muda sebagai pengakses informasi terbanyak secara online menjadi rentan terpapar terorisme,” katanya. Sujatmiko menyebut terduga teroris Zakia Aini (ZA) yang melakukan penembakan di Mabes Polri, Jakarta, pada 2021 adalah salah satu contoh generasi muda yang terpapar paham radikal melalui media sosial.

Berdasar hasil survei BNPT pada 2020, kata dia, disimpulkan bahwa faktor yang paling efektif
mereduksi potensi radikalisme adalah diseminasi sosial media, internalisasi kearifan lokal, serta
perilaku kontra-radikal.


Untuk membentengi siswa dari propaganda radikal, tambah Sujatmiko, guru sebagai pendidik
memiliki peran membimbing generasi muda menjadi individu yang bertanggung jawab dan
menjunjung tinggi nilai perdamaian.

Dia menambahkan hingga penyebaran ideologi terorisme masih masif mulai dari level kampus,
sekolah, bahkan hingga pendidikan anak usia dini (PAUD). Dengan tantangan itu, para guru sebagai pendidik perlu membangun lingkungan belajar yang aman, inklusif, bukan eksklusif.
“Kita harus menyiapkan ruang tempat siswa merasa nyaman bercerita tentang isu-isu yang
kompleks yang kadang perlu didengar, termasuk soal terorisme,” ujarnya.

Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Anak Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT)
DIY Fatma Amilia menambahkan bahwa FKPT DIY melalui berbagai program akan terus
berkomitmen mendukung penurunan radikalisme, antara lain melalui Camping Keberagaman.
Camping Keberagaman ini diisi dengan berbagai kegiatan, antara lain pemahaman tentang
berbagai aliran yang bertujuan memecah belah kerukunan beragama, praktik moderasi
beragama, membuat narasi lewat medsos, serta kolaborasi pembuatan video sebagai bahan
kampanye damai beragama dan bahan ajar.


“Program ini adalah upaya menutup jalan ke arah radikalisme, dimulai oleh guru yang akan
mentransfer ilmu kepada anak didik,” kata Fatma